| H. YURDINAL |
Walaupun demikian, kegiatan lembaga wakaf ini belum
dapat mengatasi secara maksimal dalam mengatasi berbagai masalah yang dihadapi
oleh umat Islam. Sukses pengelolaan wakaf di Mesir, Saudi Arabia dan Yordania masih
dalam skala yang terbatas, belum sampai mengangkat dalam kemakmuran Negara-negara
Mesir dan Yordania. Kontribusi kegiatan
wakaf dalam kemakmuran yang terjadi di Saudi diperkirakan juga kecil. Manfaat
ekonomi yang mensejahterakan kehidupan masyarakat masih sangat terbatas. Oleh
karenanya, sampai saat ini belum terlihat adanya negara-negara yang berpenduduk Islam yang masuk dalam
kategori negara maju.
Jika dilihat di Negara kita, kegiatan lembaga wakaf
itu juga sudah lama di kenal masyarakat, walaupun hanya dilakukan oleh sebagian
kecil anggota masyarakat. Pemberian dana wakaf biasanya hanya dilakukan oleh
orang-orang yang mempunyai harta kekayaan yang cukup besar dan diberikan dalam
bentuk harta tak bergerak. Sementara bagian besar masyarakat tidak mampu untuk
berpartisipasi dalam kegiatan wakaf ini mengingat keterbatasan harta yang
mereka miliki. Oleh karena itu manfaat kegiatan lembaga wakaf ini masih relatif
kecil. Bahkan banyak harta dari kegiatan lembaga wakaf yang tidak mampu untuk
dimanfaatkan secara optimal, apalagi kalau mau mengembangkannya. Indonesia ke
depan perlu adanya usaha-usaha untuk memberdayakan kegiatan lembaga wakaf ini.
Permasalahan pokok di Indonesia yang menjadikan
tidak berkembang dalam pemberdayaan wakaf adalah permasalahan fiqh wakaf. Perlu
adanya kesepakatan ulama terlebih dahulu tentang fiqh wakaf ini mengingat
perbedaan pandangan dalam pemahaman tersebut jelas akan menghambat pemberdayaan
lembaga wakaf. Monzer Kahf jelas-jelas mendiskusikan hal-hal yang perlu dipakai
terlebih dahulu tentang fiqh wakaf ini kalau kita hendak memberdayakan lembaga
wakaf. Dalam pembahasannya Monzer Kahf menunjukkan 6 (enam) hal yang perlu
dicapai kata sepakat di antara para ulama berkaitan dengan revitalisasi lembaga
wakaf dewasa ini. Masalah tersebut adalah: (a). the principle of perpetuity
versus temporality , (b). Waqf of usufructs and financial right, (c)
public waqf versus posterity or private waqf, (d) waqf management,
(e) the ownership of waqf and its legal entity, dan (f) the special
condition of the waqf founder.
Terlihat bahwa kegiatan pemberian wakaf di
Indonesia masih belum maksimal dalam bentuk kegiatan pemberian harta tetap;
harta tak bergerak. Terbukti dengan pemanfaatan harta tetap ini belum banyak memberi manfaat yang diharapkan,
walaupun dipungkiri bahwa ada kegiatan dari
beberapa lembaga wakaf yang telah memberikan manfaat yang cukup besar.
Usaha untuk merevitalisasi unsur wakaf guna memberikan berbagai macam manfaat
ekonomi perlu terobosan pemikiran tentang konsep tersebut yang sesuai dengan
perkembangan yang ada tetapi tidak meninggalkan unsur shari’ah. Dalam hal ini
adalah memberdayakan tanh wakaf produktif
baik yang berada di kawasan kota dan pedesaan. Tapi dengan catatan pengelola wakaf
adalah orang-orang yang mau melakukan reformasi fiqh wakaf dan mengacu
kepadaUndang-Undang Nomor 41 tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun
2006.
Di masa pertumbuhan ekonomi yang cukup
memprihatinkan ini, sesungguhnya wakaf di samping instrumen-instrumen ekonomi
Islam lainnya seperti zakat, infaq, sadaqah dan lain-lainnya dapat dirasakan
manfaatnya untuk kepentingan taraf hidup masyarakat khususnya di bidang
ekonomi, apabila wakaf di Indonesia yang kurang mengarah pada pemberdayaan ekonomi
umat dan cendrung hanya untuk kepentingan kegiatan-kegaiatan ibadah khusus dapat
dimaklumi, karena memang pada umumnya ada keterbatasan umat Islam akan pemahaman
wakaf maupun na>z}ir wakaf. Pada umumnya
umat Islam di Indonesia memahami bahwa peruntukan wakaf hanya terbatas untuk
kepentingan peribadatan dan hal-hal yang lazim dilaksanakan di Indonesia
seperti untuk masjid, musalla, madrasah, makam dan lain-lain.
Agar wakaf di Indonesia dapat memberikan
kesejahteraan sosial bagi masyarakat, maka perlu dilakukan pengkajian dan
perumusan kembali mengenai berbagai hal yang berkenaan dengan perwakafan, baik
yang berkenaan dengan masalah waq>
if (orang yang
mewakafakan), mawqu>f
bih (barang yang diwakafkan), na>zir (pengelola wakaf).
Hasil pengkajian dan perumusan tersebut kemudian disosialisasikan kepada
masyarakat, sehingga masyarakat memahaminya. Masalah tersebut sangat penting,
karena tanpa melakukan perumusan kembali tentang perwakafan dan pengelolaan
yang memadai, maka wakaf yang ada di Indonesia kurang dapat berperan dalam
meningkatkan kesejahteraan bagi umat Islam di Indonesia.
Di masa depan perlu memberdayakan wakaf, baik wakaf
benda bergerak maupun benda tidak bergerak agar dapat meningkatkan
kesejahteraan umat Islam pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta
meningkatkan perkembangan Islam di Indonesia. Untuk mencapai sasaran tersebut
di atas, perlu adanya paradiga baru antara lain adalah perlu pengembangan wakaf
benda bergerak termasuk wakaf uang dan saham. Pengelolaan wakaf dalam bentuk
benda bergerak termasuk wakaf uang dan saham dilakukan oleh suatu badan yang
akan dibentuk. Wakaf benda bergerak itu,
kemudian dikembangkan melalui lembaga-lembaga perbankan atau badan usaha dalam
bentuk investasi. Hasil dari pengembangan wakaf itu kemudian dipergunakan untuk
keperluan sosial, seperti meningkatkan pendidikan Islam, pengembangan rumah
sakit Islam, bantuan pemberdayaan eknomi umat, dan bantuan atau pengembangan
sarana dan prasarana ibadah. Di samping itu, juga tidak menutup kemungkinan
dipergunakan untuk membantu pihak-pihak yang memerlukan seperti bantuan
pendidikan, bantuan penelitian dan sebagainya.
Sementara itu wakaf yang ada dan sudah berjalan di
kalangan masyarakat dalam bentuk wakaf milik, maka terhadap wakaf dalam bentuk
itu perlu dilakukan pengamanan, dan dalam hal bendawakaf yang mempunyai nilai
produktif perlu didorong untuk dilakukan pengelolaan yang bersifat produktif.
Bahwa wakaf itu dapat membantu, baik dalam pembiayaan maupun pembinaan para
pengelola wakaf untuk dapat melakukan pengelolaan wakaf produktif.
Ilustrasi sebuah masjid yang dibangun di atas tanah
wakaf di tengah pusat bisnis dan perkantoran. Masjid ini di bangun atas
inisiatif na>z}ir wakaf tradisional yang
pendanaaannya diperoleh dari sumbangan berbagai pihak, baik dari perusahaan,
instasi pemerintah maupun kotak amal yang di letakkan dan diedarkan di sekitar
tempat pembangunan masjid. Sebab tanah tersebut
hanya dibangun Masjid yang mempertimbangkan kondisi strategis setempat, maka berakibat
pada na>z}ir wakaf, antara lain: (a)
Kebutuhan pembiayaan masjid seperti: listrik, air PAM, telpon, gaji marbot,
maintenance alat-alat dan bangunan masjid, perbaikan sarana dan prasarana
masjid tidk bisa dipenuhi, karena dana kas masjid yang didapatkan dari kotak
amal setiap salat jumat tidak memenuhi kebutuhan setiap bulannya. Kalau
rata-rata pendapatan dari kotak amal yang diedarkan hanya terkumpul sekitar 30-40
% dari kebutuhan seluruhnya. Akibatnya nazir wakaf atau pengurus masjid
mencari pembiayaan tambahan untuk memenuhi kebutuhan operasional masjid. Dan
(b) Untuk memenuhi kebutuhan operasional masjid setiap bulannya tidak
mencukupi, maka masjid ini hanya berfungsi sebagai masjid untuk ibadah dan
kegiatan diniyah. Akhirnya masjid ini setiap bulannya manjadi beban pengurus
secara rutin dan tidak dapat berperan lebih banyak untuk kepentingan umat
Islam, seperti: santunan kepada anak-anak yatim yang tidak mampu, beasiswa,
pengadaan pendidikan Islam, dan sebagainya. Ilustrasi tersebut merupakan contoh
yang banyak terjadi pda tanah-tanah wakaf yang tidak diberdayakan secara
produktif oleh para na>z}ir -nya. Oleh sebab itu
untuk meningkatkan fungsi masjid yang tidak hanya berfungsi untuk ibadah saja
tapi dapat dimanfaatkan fungsi yang lain.
Selanjutnya, Ilustrasi sebuah bidang tanah wakaf
dan bangunan masjid di tengah atau dekat dengan pusat perdagangan dan
perkantoraan yang telah diberdayakan sesuai dengan potensi yang dimiliki. Pola
dan desain pembangunan masjid di atas tanah wakaf ini sangat berbeda dengan ilustrasi “tanah wakaf dan masjid strategis
sebelum diberdayakan”, karena menggunakan logika ekonomi Islam dalam rangka
memberdayakan tanah wakaf yang sangat strategis, tanpa harus keluar dari aspek dan unsur shariah sebagai
yang telah diatur dalam perwakafan itu sendiri (Undang-Undang Nomor 41 tahun
2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2006), yaitu kemanfaatan untuk
kesejahteraan umat. Dalm ilustrasi “tanah wakaf dan masjid strategis sebelum
diberdayakan” di bangun masjid atau musalla tanpa melihaat solusi yang bersifat
ekonomi Islam, sedang ilustrasi “tanah wakaf dan masjid strategis sesudah
diberdayakan” didasarkan pada semangat untuk memberdayakan tanah tersebut
secara ekonomi Islam dengan menawarkan kepada investor untuk berinvestasi
terhadap tanah tersebut, seperti pembangunan Rumah Sakit Islam, Biro Perjalanan
Haji dan Umrah, Bank Syariah, Aula Serba Guna. dan Pendidikan Islam. Mini
Market, Travel dan Perjalanan Wisata. Kantor Notaris dan Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT), jasa foto copy, rental/pengetikan, penjilidan, laminating, dan sebagainya.
Sehingga dengan demikian perolehan keuntungan ekonomi dari tanah wakaf ini bisa
mencapai lebih di 200-300 % dibandingkan
dengan ilustrasi ‘‘tanah wakaf dan masjid strategis sebelum diberdayakan”.
Secara ekonomi Islam na>z}ir wakaf dan pengurus
masjid tidak terbebani seperti pada ilustrasi ‘‘tanah wakaf dan masjid
strategis sebelum diberdayakan”. Secara ekonomi dapat diuraikan: (a) Na>z}ir wakaf yang profesional tidak perlu bersusah payah mencari dana dengan
mengajukan berbagai proposal bantuan dan mengedarkan serta menepatkan kotak
amal di sekitar masjid. Dan (b) Pendapatan dan hasil pengelolaan wakaf ini
sangat menguntungkan dengan jumlah yang sangat besar, dan biaya operasional
masjid setiap bulan bisa tercukpi, alat-alat dan bangunan masjid, perbaikan
sarana dn prasarana masjid dapat dipenuhi secara baik. (c) Kondisi keuangan
memadai, sehingga na>z}ir wakaf atau pengurus
dapat mengembangkan dakwah Islamiyah, seperti: beasiswa bagi anak miskin,
memberikan santunan fakir miskin, beasiswa pendidikan Islam, penyediaan modal
pengusaha kecil dan sebagainya. (d) Tanah wakaf yang dikelola dengan
profesional dan diberdayakan akan menciptakan lapangan kerja baru,
menyejahterakan guru-guru ngaji, membayar pegawai kebersihan masjid, pengelola
masjid dan sebagainya. Ilustrasi “tanah wakaf dan masjid strategis sebelum
diberdayakan” dengan ilustrasi “tanah wakaf dan masjid strategis sesudah
diberdayakan”, hanya merupakan salah satu contoh dari sekian tanah wakaf
strategis-produktif lainnya yang biasanya berada di pusat perkotaan yang
memiliki manfaat dan dayaguna.
Dari opini
diatas, pemberdayaan tanah wakaf,
setidaknya ada filosofi dasar yang harus
ditekankan akan memberdayakan wakaf secara produktif. Pertama, perlu
adanya pembaruan pemikiran para na>z}ir yang sementara ini masih memiliki wawasan konservatif, dan pembentukan
badan wakaf yang tidak hanya sekedaar label saja, tapi merupakan kepanjangan dari masyrakat Islam dan amanat undang-undang
dan peraturan pemerintah yang sudah ada. Kedua, pola manajemen harus
dalam bingkai “proyek yang terintegrasi”, bukan bagian-bagian dari biaya yang
terpisah-pisah. Dengan bingkai proyek sesungguhnya, dana wakaf akan dialokasikan
untuk program pemberdayaan dengan segala macam biaya yang terngkum di dalamnya.
Ketiga, Adanya asas transparansi dan accountabelity di mana badan
wakaf dan lembaga yang dibantunya harus melaporkan setiap tahun akan prose
pengelolaan dana kepada umat Islam dalam bentuk audited financial report termasuk
kewajaran dari masing-masing pos biayanya.
Posting Komentar